Cangar, Indah Tapi Ngeri

Cangar. Nama ini sudah lama ada di kepalaku. Yaitu saat anak-anakku diajak Bang Zen ke pemandian air panas. Dua kali malah. Yang pertama Faisal dan Dek Farah digonceng Bang Zen naik sepeda motor. Tartig alias tTarik tiga Meeen ! Kebayang gak sih? Untungnya waktu itu Faisal masih kurus dan Dek Farah pun masih mungil, masih kelas 5 SD. Bang Zen pun kurus. Jadi ya, muat-muat aja. Kali kedua paket lengkap, Faisal, Fadhil, Fadhli, Dek Farah dan of course Bang Zen, sang pemandu wisata. Kali ini sewa mobil, karena kan gak mungkin tarik lima, hehe. Daku hanya bisa membayangkan keseruannya, unfortunately tidak bisa turut serta karena harus menjaga my hubby, Bang Ridha. Huhu…


Pas Mbak Emmy dan Pak Waris mengunjungi kami di Desa mBeru, Bumiaji, timbul niat suci mereka mau ngajak Bang Ridha jalan-jalan, biar gak suntuk di rumah aja. Daku mengutarakan kalau Bang Ridha kepingin berendem air panas. Dan Cangar menjadi pilihan utama. Lagi semangat-semangatnya, tiba-tiba Bng Zen ngomong gini,”Tapi di Cangar ada anak tangga 50 biji, Pak Ridho mesti dibopong.” Walah, gimana dong. Sepertinya medan kurang bersahabat nih. Yo wess, Cangar batal. Dan daku pun tidak berharap lagi.
Nah, kira-kira 2 minggu kemudian, Mama, Papa dan Sari (adikku) mengunjungi kami di mBeru. Diriku segera saja mengajak mereka ke Selecta, tempat idamanku. Udah pernah ke sini pas Ramadan lalu, jadi daku udah tau gimana indahnya. Ada aneka bunga yang berwarna-warni, spot untuk foto-foto yang keren banget, dan ada wahana permainan juga untuk anak-anak. Kompit dah. Terlebih lagi, lokasinya itu deket dengan rumah kontrakan kami, masih di Bumiaji juga.

Dan tiba-tiba, gak ada angin gak ada hujan, Bang Zen bilang gini, “Bu Mala, kita ke Cangar ya?”Lha, tempat itu kan udah diidam-idamkan sedari dulu, jadi setuju ajalah. “Boleh, Bang,” jawabku dengan semangat ‘45.
So, bertolaklah kami ke Cangar. Tapi ternyata oh ternyata, jalanannya itu lumayan ngeri. Aku yang orangnya kagetan, bentar-bentar teriak, “Awas Bang!” karena takut nabrak. Perasaan udah deket banget, kayak udah ketabrak gitu dengan mobil depan, padahal masih jauh. Sontak aku dimarahin sama Mama. “Aduh kamu bikin kaget aja, diem aja napa!” Bang Zen pun ikut-ikutan angkat suara, “Iya, Bu Mala ini bikin jantungan aja!” Eeh, supir ikut-ikutan marahin majikan lagi, kagak sopan nih orang!
Aku berpikir keras, hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, Saudara-saudara. Akhirnya diambil jalan tengah, aku menutup mata (bukannya meninggal ya Gaess). Demi kemaslahatan berbagai pihak, yaitu supir dan para penumpangnya. Supaya rakyat di mobil ini tidak terkejut dengan teriakan-teriakan histerisku, hihi. Untuk sementara suasana aman terkendali.
Namun pemandangannya itu sumpah, endah banget, Bro. Suasana pegunungan dengan lembah berupa sayur-sayuran. Jadi kan gak mungkin kalo aku terus-terusan menutup mata. Udah jauh-jauh ke sini, rugi atuh Neng. Perpaduan sifat antara kepo dan kagetan gini emang sussye dah.
Jadi aku liat-liat suasana. Kalo kira-kira jalanan aman, gak berpapasan dengan mobil lain, jalanan lagi gak sempit, gak ada yang nyalip, aku buka mata. Tapi kalo medan lagi sulit, kanan kiri jurang, jalanan sempit, ada mobil nyalip, demi kemaslahatan umat, yo wess aku merem wae. Aman kan.
Sayangnya karena udah sore banget, udah mau maghrib, kami gak sempat mampir kemana-mana. Maunya kan makan bakso kek, atau minimal jagung rebuslah, untuk menghangatkan suasana. Tapi berhubung situasi dan kondisi tidak memungkinkan, kami pun kembali ke Bumiaji.
(Semoga bisa bersambung)

Sumber Foto: Garnesia, Batu Villa, Smart Trans

Aktif menulis sejak bergabung dengan FLP Jepang tahun 2004. Penulis merupakan staf di Politeknik Indonesia Venezuela (Poliven) yang berlokasi di Cot Suruy, Aceh Besar