Jangan Terlalu Asyik

Suatu siang, aku menghadiri suatu kajian keislaman. Temanya tentang parenting. Dalam menjelaskan materinya, sang ustazah memakai in focus, dengan gambar-gambar yang menarik, sehingga para audience semakin bersemangat dalam menyimak.

Tiba pada suatu materi, ternyata file yang ingin ditampilkan keselip. Lalu sang ustadzah mencari-cari file tersebut di laptopnya. Ketika tengah mencari-cari itu, tampaklah file-file lain, dan ada beberapa film. Di antara film itu, tiba-tiba mataku menangkap tulisan “Taken”. Film yang baru kutonton dan masih segar dalam ingatan. Wah, takjub, Ustadzah nonton Taken juga?
Ya gak heran sih, sebetulnya Taken ini bercerita tentang parenting juga, cuma dibungkus dengan adegan action, jadi parentingnya gak terlalu berasa. Pinter kan sutradaranya.

Jadi ceritanya tentang seorang polisi yang terlalu asyik kerja sehingga gak punya waktu dan melalaikan anak istrinya. Mereka merasa kurang perhatian. Si istri minta cerai, anak gadis pun mencari dunianya sendiri. Nah, si gadis ting-ting pengen ke luar negeri, jalan-jalan berdua sahabat ceweknya. Awalnya sempet dilarang sama bapaknya, tapi ibunya malah ngedukung anaknya. “Kasian Pa, kasih ajalah.” Akhirnya si bokap ngijinin.

Sampe luar negeri (lupa negeri mana), eh malah diculik ama sindikat perdagangan manusia, mau dijual ke babe-babe. Ngeri banget kan. Sebelum diculik anaknya sempet nelfonin bapaknya, tapi terputus. Tanpa membuang waktu, si bapak langsung cabut, nyusul anaknya. Di ujung cerita, si bapak nyesel dan akhirnya mau meluangkan waktu dan merhatiin anak semata wayangnya itu.

Saya sempet terkesima banget waktu nonton. Abis adegannya emang seru, namanya juga film action, dan pesan moralnya juga ada. Pesan moral yang saya tangkap adalah: janganlah terlalu asyik dengan duniamu. Hidup harus seimbang. Dalam 24 jam itu, terselip hak-hak keluarga, so, tunaikanlah hak-hak orang-orang yang kita sayangi tersebut. Kira-kira begitulah.

Ada hal yang unik dalam cerita ini, kalau seseorang pernah bersalah, itu bukan harga mati. Artinya masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri. Bertobatlah ya ceritanya. Setelah episode-episode yang menegangkan yang intinya pembuktian cinta sang ayah dalam membebaskan putrinya dari cengkeraman penjahat, cerita pun ditutup dengan manis. Yaitu si polisi mengantarkan putri semata wayangnya itu kursus vokal di Paris. Jadi beliau mau meluangkan waktu untuk putri tercinta demi cita-cita sang belahan jiwa yang ingin jadi penyanyi.

So, happy end banget kan ujungnya.

Aktif menulis sejak bergabung dengan FLP Jepang tahun 2004. Penulis merupakan staf di Politeknik Indonesia Venezuela (Poliven) yang berlokasi di Cot Suruy, Aceh Besar